Ironis, ya. Di medsos semua orang cerewet, tapi giliran disuruh baca lima paragraf langsung ngeluh "panjang banget!" — Padahal, membaca adalah kunci dari berpikir jernih. Maka, saya mulai menulis.
Dalam dunia yang semakin bising oleh hiruk-pikuk informasi, saya memilih untuk menepi sejenak. Lewat blog ini—Abdi Karo Bersuara—saya ingin menyampaikan sesuatu yang lebih dari sekadar status media sosial atau komentar singkat. Saya ingin menyuarakan isi hati, pikiran, keresahan, harapan, dan mimpi dalam bentuk tulisan yang utuh, jujur, dan bermakna.
Menulis Sebagai Bentuk Kejujuran Diri
Menulis bagi saya bukan sekadar kegiatan menuangkan kata. Ia adalah proses menemukan kembali suara hati yang seringkali tenggelam dalam kesibukan. Melalui tulisan, saya belajar jujur pada diri sendiri. Saya bisa berbicara tanpa perlu berteriak, bisa menyentuh tanpa harus menyentuh secara fisik.
Blog ini akan menjadi ruang saya berbagi pandangan, opini, pengalaman hidup, dan mungkin juga kegelisahan. Semuanya saya tulis dengan satu tujuan: agar suara ini tidak hanya bergema dalam kepala, tapi juga bisa didengar, dirasakan, dan mungkin menyentuh seseorang di luar sana.
Minimnya Literasi di Indonesia: Sebuah Catatan Kecil
Di sisi lain, saya juga terdorong menulis karena satu kenyataan yang cukup memprihatinkan: tingkat literasi di Indonesia masih sangat rendah.
Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia berada di angka 0,001 — artinya dari 1.000 orang, hanya 1 yang benar-benar punya minat baca. Sebuah angka yang mengejutkan, terutama mengingat betapa aktifnya masyarakat kita di media sosial.
Laporan dari World's Most Literate Nations tahun 2016 bahkan menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat baca. Sedih, tapi itulah kenyataannya.
Blog Pribadi Sebagai Kontribusi Kecil
Saya tidak punya panggung besar. Tapi saya percaya, setiap suara punya tempat. Lewat blog ini, saya ingin ikut mengambil bagian—sekecil apapun—dalam gerakan literasi digital.
Saya tidak menulis untuk menjadi yang paling pintar. Saya menulis untuk menjadi yang paling jujur. Kalau tulisan-tulisan saya nanti bisa menginspirasi seseorang untuk ikut menulis, berpikir kritis, atau bahkan hanya sekadar merenung sejenak, itu sudah lebih dari cukup.
Penutup
Saya tahu, perjalanan menulis ini akan panjang. Akan ada hari-hari ketika saya kehabisan kata, merasa ragu, atau bahkan ingin menyerah. Tapi suara dalam diri ini terlalu berharga untuk dibungkam.
Abdi Karo Bersuara bukan sekadar nama blog. Ini adalah janji pada diri sendiri, bahwa saya akan terus bersuara—dengan pena, dengan hati, dan dengan keyakinan bahwa tulisan bisa mengubah sesuatu, sekecil apapun itu.
Salam hangat,
Abdi Karo
Posting Komentar untuk "Indonesia Negara Penuh Netizen, Tapi Kok Jarang yang Suka Baca?"